القضاء والقدر
QADHA’ DAN QADAR
OLEH
SYAIKH MUHAMMAD SHALEH AL`UTSAIMIN
PENERBIT
DICKY HERDIANSYAH RIZKY
PENERJEMAH
MAYSKUR MZ
EDITOR I
MUHAMMAD YUSUF HARUN.LC.
EDITOR II
MUHAMMADUN
ABD HAMID.LC.
EDITOR
III
MUH.
MU’INUDDIN. MA.
DAFTAR
ISI:
Kata Pengantar………………………………………...................................…………...4
1. Pendahuluan……………………………………………………….............………….5
2. Pengertian
tauhid dan macam –macamnya…………………….……...…..............……6
3. Pendapat-
pendapat tentang Qadar…………………………….……………...............7
4. Sanggahan
atas pendapat pertama…………………………………………..,.............10
5. Sanggahan atas pendapat kedua……………………………….......................……....11
6. Tingkatan Qadho’
dan Qadar………………………………………………...........…16
7. Penutup………………………………………………………….……………..........21
KATA PENGANTAR
Dengan memohon petunjuk ke hadirat
Allah Y,
kami hadirkan ke hadapan anda sebuah buku kecil yang menyoroti masalah yang
selalu menjadi ajang perdebatan di kalangan ulama hingga sekarang, yaitu
masalah “Qadha’ dan Qadar”.
Dalam buku ini dijelaskan secara
gamblang prinsip yang di anut oleh ahlussunnah wal jama`ah dan para ulama salaf
dalam masalah ini, dan diuraikan pula kerancuan yang terdapat dalam paham-
paham yang menyimpang dari garis kebenaran, berdasarkan dalil naqli dan dalil
‘aqli.
Diharapkan buku yang mungil ini
dapat memenuhi harapan para pembaca,
baik dari kalangan terpelajar maupun umum, yang ingin memperoleh gambaran jelas
tentang masalah tersebut.
Semoga Allah Y
menjadikan amal kami ini ikhlas semata – mata untukNya dan bermanfaat bagi para
hambaNya yang beriman dan membimbingnya dari kegelapan menuju cahaya kebenaran.
Penerbit
Dicky
Herdiansyah Rizky
بسم الله الرحمن الرحيم
I.
PENDAHULUAN
Segala puji
bagi Allah Y yang telah mengutus hambaNya
Muhammad r dengan membawa kebenaran,
menyampaikan amanat kepada ummat dan berjihad dijalanNya hingga akhir hayat.
Semoga shalawat dan salam senantiasa dilimpahkan kepada beliau, berikut para
keluarga, shahabat dan pengikutnya yang setia.
Dalam pertemuan ini, kami akan
membahas suatu masalah yang kami anggap sangat penting bagi kita umat Islam,
yaitu masalah qadha’ dan qadar. Mudah-mudahan Allah Y
membukakan pintu karunia dan rahmatNya bagi kita, menjadikan kita termasuk para
pembimbing yang mengikuti jalan kebenaran dan para pembina yang membawa pembaharuan.
Sebenarnya masalah ini sudah jelas.
akan tetapi kalau bukan karena banyaknya pertanyaan dan banyaknya orang yang
masih kabur dalam memahami masalah ini serta banyaknya orang yang
membicarakanya, yang kadangkala benar tetapi seringkali salah; di samping itu
tersebarnya pemahaman – pemahaman yang hanya karena mengikuti hawa nafsu dan
adanya orang –orang fasik yang berdalih dengan qadha’ dan qadar untuk
kefasikannya; seandainya bukan karena itu semua, niscaya kami tidak akan
berbicara tentang masalah ini.
Sudah sejak duhulu masalah qadha’
dan qadar menjadi ajang perselisian di kalangan umat Islam. Diriwayatkan bahwa
Rasulullah r
keluar menemui shahabatnya , ketika itu mereka sedang berselisih tentang
masalah qadha’ dan qadar ( takdir ) maka beliau melarangnya dan memperingatkan
bahwa kehancuran umat – umat terdahalu tiada lain karena perdebatan seperti
ini.
II.
PEMBAHASAN
2.1 PENGERTIAN TAUHID DAN MACAM – MACAMNYA
Walaupun masalah qadha’ dan qadar
menjadi ajang perselisian di kalangan umat Islam, tetapi Allah Y
telah membuka hati para hambaNya yang beriman, yaitu para salaf shaleh yang
mereka itu senantiasa menempuh jalan kebenaran dalam pemahaman dan pendapat.
Menurut mereka qadha’ dan qadar adalah termasuk rububiyah Allah Y
atas makhlukNya. Maka masalah ini termasuk dalam salah satu diantara tiga macam
tauhid menurut pembagian ulama:
Pertama : tauhid AL-
Uluhiyah, ialah mengesakan Allah Ydalam
beribadah, yakni beribadah hanya kepada Allah dan karenaNya semata.
Kedua
: tauhid Ar- Rububiyah, ialah mengesakan Allah Y dalam perbuatanNya , yakni mengimani
dan meyakini bahwa hanya Allah yang mencipta , menguasai dan mengatur alam
semesta ini.
Ketiga : tauhid Al- Asma’
was- Shifat, ialah mengesakan Allah Y
dalam asma’ dan sifatNya. artinya mengimani bahwa tidak ada makhluk yang serupa
dengan Allah Y dalam dzat, asma’;
maupun sifat.
Iman kepada qadar adalah termasuk
tauhid Ar- Rububiyah. Oleh karena itu imam Ahmad rahimahullah berkata : “qadar
adalah merupakan kekuasaan Allah Y
“.karena tak syak lagi, qadar ( takdir ) termasuk qudrat dan kekuasanNya yang
menyeluruh, di samping itu, qadar adalah rahasia Allah Y
yang tersembunyi, tak ada seorangpun yang dapat mengetahuinya kecuali Dia,
tertulis pada lauh mahfuzh dan tak ada seorangpun yang dapat melihatnya. Kita
tidak tahu, takdir baik atau buruk yang telah ditentukan untuk kita maupun
untuk makhluk lainnya, kecuali setelah terjadi atau berdasarkan nash yang
benar.
2.2 PENDAPAT – PENDAPAT TENTANG QADAR
Pembaca yang
budiman.
Umat Islam dalam masalah qadar ini
terpecah menjadi tiga golongan :
Pertama: mereka yang ekstrim
dalam menetapkan qadar dan menolak adanya kehendak dan kemampuan makhluk.
Mereka berpendapat bahwa manusia sama sekali tidak mempunyai kemampuan dan
keinginan, dia hanya disetir dan tidak mempunyai pilihan, laksana pohon
yang tertiup angin. Mereka tidak
membedakan antara perbuatan manusia yang terjadi dengan kemauannya dan
perbuatan yang terjadi tanpa kemauannya, tentu saja mereka ini keliru dan
sesat, kerena sudah jelas menurut agama, akal dan adat kebiasaan bahwa manusia
dapat membedakan antara perbuatan yang di kehendaki dan perbuatan yang
terpaksa.
Kedua: mereka yang ekstrim dalam menetapkan kemampuan dan
kehendak makhluk sehingga mereka menolak bahwa apa yang diperbuat manusia
adalah karena kehendak dan keinginan Allah Y
serta diciptakan olehNya. Menurut mereka, manusia memiliki kebebasan atas
perbuatannya. Bahkan ada diantara mereka yang mengatakan bahwa Allah Y
tidak mengetahui apa yang diperbuat oleh manusia kecuali setelah terjadi.
Mereka inipun sangat ekstrim dalam menetapkan kemampuan dan kehendak makhluk.
Ketiga : mereka yang beriman, sehingga diberi petunjuk eleh Allah Y
untuk menemukan kebenaran yang telah diperselisihkan. Mereka itu adalah Ahlussunnah
Wal Jamaah. Dalam masalah ini mereka menempuh jalan tengah dengan berpijak
di atas dalil syar’i dan dalil aqli. Mereka berpendapat bahwa
perbuatan yang dijadikan Allah Y
di alam semesta ini terbagi atas dua macam :
1-
perbuatan yang dilakukan oleh Allah Y
terhadap makhlukNya. Dalam hal ini tak ada kekuasaan dan pilihan bagi siapapun.
Seperti turunnya hujan, tumbuhnya tanaman, kehidupan, kematian, sakit, sehat
dan banyak contoh lainnya yang dapat disaksikan pada makhluk Allah Y.
Hal seperi ini, tentu saja tak ada kekuasaan dan kehendak bagi siapapun kecuali
bagi Allah Y
yang maha esa dan kuasa.
2-
Perbutan yang dilakukan oleh semua makhluk yang
mempunyai kehendak. Perbuatan ini terjadi atas dasar keinginan dan kemauan
pelakunya; karena Allah Y menjadikannya untuk
mereka. Sebagaimana firman Allah Y
:
] لمن شاء منكم أن يستقيم [
Artinya :
“Bagi siapa diantara kamu yang mau menempuh jalan yang lurus”. (At Takwir: 28).
] منكم من يريد الدنيا ومنكم من يريد الآخرة [
Artinya : “Di antara kamu ada orang yang menghendaki
dunia dan di antara kamu ada orang yang menghendaki akhirat”.( Ali Imran : 152)
]فمن شاء فليؤمن ومن شاء فليكفر [
Artinya : “ Maka barang siapa yang ingin ( beriman )
hendaklah ia beriman, dan barang siapa yang ingin ( kafir ) biarlah ia kafir “(
Al Kahfi: 29)
Manusia bisa membedakan antara perbuatan yang terjadi kerena kehendaknya
sendiri dan yang terjadi karena terpaksa. Sebagai contoh, orang yang dengan
sadar turun dari atas rumah melalui tangga, ia tahu kalau perbuatannya atas
dasar pilihan dan kehendaknya sendiri. Lain halnya kalau ia terjatuh dari atas
rumah, ia tahu bahwa hal tersebut bukan karena kemauannya. Dia dapat membedakan
antara kadua perbutan ini, yang pertama atas dasar kumauannya dan yang kedua
tanpa kemauannya. Dan siapapun mengetahui perbedaan ini.
Begitu juga orang yang menderita sakit beser umpamanya, ia tahu kalau air
kencingnya keluar tanpa kemauanya. Tetapi apa bila ia sudah sembuh, ia sadar
bahwa air kencingnya keluar dengan kemauannya. Dia mengetahui perbedaan antara
kedua hal ini dan tak ada seorangpun yang mengingkari adanya perbedaan
tersebut.
Demikian segala hal yang terjadi pada diri manusia, dia mengetahui,
perbedaan antara mana yang terjadi dengan kumauannya dan mana yang tidak.
Akan tetapi, karena kasih sayang Allah Y
, ada diantara perbuatan manusia yang terjadi atas kemauannya namun tidak
dinyatakan sebagai perbuatannya. Seperti perbuatan orang yang kelupaan, dan
orang yang sedang tidur. Firman Allah Y
dalam kisah Ashabul kahfi :
] ونقلبهم ذات اليمين وذات الشمال [ سورة الكهف، الآية : 18.
Artinya : “ ..Dan kami balik – balikkan mereka ke
kanan dan ke kiri …” (Al- Kahfi: 18)
Padahal mereka sendiri yang sebenarnya berbalik ke kanan dan berbalik ke
kiri, tetapi Allah Y menyatakan bahwa Dialah
yang membalik – balikkan mereka ke kanan dan ke kiri, sebab orang yang sedang
tidur tidak mempunyai kemauan dan pilihan serta tidak mendapatkan hukuman atas
perbuatannya. Maka perbuatan tersebut di nisbahkan kepada Allah Y.
Dan sabda Nabi Muhammad r
:
“ Barang siapa yang lupa ketika dalam keadaan berpuasa,
lalu makan atau minum, maka hendaklah ia menyempurnakan puasanya, kerena Allah Y yang memberinya makan dan minum “
Dinyatakan dalam hadits ini, bahwa yang memberi makan
dan minum adalah Allah Y , karena perbuatannya tersebut
terjadi di luar kesadarannya, maka seakan – akan terjadi tanpa kemauannya.
Kita semua mengetahui perbedaan antara
perasan sedih atau perasaan senang
yang kadang kala dirasakan seseorang dalam dirinya tanpa kemauannya
serta dia sendiri tidak mengetahui sebab dari kedua perasaan tersebut yang
timbul dari perbuatan yang dilakukan oleh dirinnya sendiri. Hal ini,
alhamdulillah, sudah cukup jelas dan gamblang.
2.3 SANGGAHAN ATAS PENDAPAT PERTAMA
Pembaca yang budiman
Seandainnya kita mengambil dan mengikuti pendapat golongan yang pertama,
yaitu mereka yang ekstrim dalam menetapkan qadar, niscaya sia-sia lah syari’at
ini dari tujuan semula. Sebab bila dikatakan bahwa manusia tidak mempunyai
kehendak dalam perbuatannya, berarti tidak perlu dipuji atas perbuatannya yang
terpuji dan tidak perlu dicela atas perbuatannya yang tercela. Karena pada
hakekatnya perbuatan tersebut dilakukan tanpa kehendak dan keinginan darinya.
Dengan demikian, dapat disimpulkan bahwa Allah Y
maha suci dari pendapat dan paham yang demikian ini.
Adalah merupakan kezhaliman, jika Allah Y
menyiksa orang yang berbuat maksiat yang perbuatan maksiat tersebut terjadi
bukan dengan kehendak dan keinginannya.
Pendapat seperti ini sangat jelas bertentangan dengan firman Allah Y
:
}وقال قرينه هذا ما لديّ
عتيد , ألقيا في جهنم كل كفار عنيد, مناع للخير معتد مريب الذي جعل مع الله إلها
آخر فألقياه في العذاب الشديد, قال قرينه ربنا ما أطغيته ولكن كان في ضلل بعيد
،
قال لا تختصموا لديّ وقد قدمت إليكم
بالوعيد، ما يبدل القول لدّ وما أنا بظلّلام للعبيد{ .
Artinya : “ Dan ( malaikat ) yang menyertai dia berkata : ‘
inilah (catatan amalnya )
yang tersedia pada sisiku, Allah berfirman : “ lemparkanlah olehmu berdua ke
dalam neraka semua orang yang sangat ingkar dan keras kepala; yang sangat
enggan melakukan kebaikan, melanggar batas lagi ragu-ragu; yang menyembah
sesembahan yang lain
beserta Allah, maka lemparkanlah dia ke dalam siksaan yang sangat (pedih ). Sedang ( syaitan ) yang menyertai dia berkata : “ ya
Robb kami, aku tidak menyesatkannya, tetapi dialah yang berada dalam kesesatan
yang jauh’. Allah berfirman : “ Janganlah kamu bertengkar d ihadapanku, padahal
sesungguhnya Aku dahulu telah memberikan ancaman kepadamu. Keputusan di sisiKu
tidak dapat di ubah, dan aku sekali-kali tidak menganiaya hamba-hambaKu ( Qaaf
: 23- 29)
Dalam ayat ini Allah Y menjelaskan bahwa siksaan dariNya
itu adalah kerena keadilanNya, dan sama sekali Dia tidak zhalim terhadap
hamba-hambaNya. Sebab Allah Y telah memberikan peringatan dan
ancaman kepada mereka, telah menjelaskan jalan kebenaran dan jalan kesesatan
bagi mereka, akan tetapi mereka memilih jalan kesesatan, maka mereka tidak akan
memiliki alasan di hadapan Allah Y untuk membantah keputusanNya.
Andaikata kita menganut pendapat yang batil ini,
niscaya sia-sialah firman Allah Y ini :
] رسلا مبشرين
ومنذرين لئلا يكون للناس على الله حجة بعد الرسل, وكان الله عزيزا حكيما[ سورة النساء، الآية
: 165.
Artinya: “( kami utus mereka) sebagai rasul-rasul
pembawa berita gembira dan pemberi peringatan agar supaya tidak ada alasan bagi
manusia untuk membantah Allah sesudah di utusnya Rasul-rasul itu. Dan Allah
maha Perkasa lagi maha Bijaksana “. ( An- Nisaa’ : 165)
Dalam ayat ini Allah Y menjelaskan bahwa tidak ada alasan
lagi bagi manusia setelah di utusnya para Rasul, karena sudah jelas hujjah
Allah Y atas mereka. Maka seandainya masalah
qadar bisa dijadikan alasan bagi mereka, tentu alasan ini akan tetap berlaku
sekalipun sesudah di utusnya para Rasul. Karena qadar ( takdir) Allah Y sudah ada sejak dahulu sebelum
diutusnya para Rasul dan tetap ada sesudah di utusnya mereka.
Dengan demikian pendapat ini adalah batil karena tidak
sesuai dengan nash ( dalil ) dan kenyataan, sebagaimana telah kami uraikan
dengan contoh- contoh di atas.
2.4 SANGGAHAN ATAS PENDAPAT KEDUA
Adapun pendapat kedua, yaitu pendapat
golongan yang ekstrim dalam menetapkan kemampuan manusia, maka pendapat inipun
bertentangan dangan nash dan kenyataan. Sebab banyak ayat yang menjelaskan
bahwa kehendak manusia tidak lepas dari kehendak Allah Y.
Firman Allah :
] لمن شاء منكم أن يستقيم, وما تشاءون إلا أن يشاء الله رب العالمين
[
Artinya : “
( yaitu ) bagi siapa di antara kamu yang mau menempuh jalan yang lurus. Dan
kamu tidak dapat menghendaki ( menempuh jalan itu) kecuali apabila di kehendaki
oleh Allah, Tuhan semesta Alam “.(At Takwir : 28- 29)
] وربك يخلق ما يشاء ويختار ما كان لهم الخيرة [
Artinya :
Dan Tuhanmu menciptakan apa yang Dia kehendaki dan memilihnya. Sekali-kali
tidak ada pilihan bagi mereka” ( Al Qashash: 68)
] والله يدعو إلى دار السلام ويهدي من يشاء إلى صراط مستقيم [
Artinya: “
Allah menyeru ( manusia ) ke Darussalam
( surga ), dan menunjuki orang yang dikehendakiNya kepada jalan yang lurus (Islam)” (Yunus: 25).
Mereka yang menganut pendapat ini
sebenarnya telah mengingkari salah satu dari rububiyah Allah, dan berprasangka
bahwa ada dalam kerajaan Allah ini apa yang tidak dikehendaki dan tidak di
ciptakanNya. Padahal Allah lah yang menghendaki segala sesuatu, menciptakannya
dan menentukan qadar ( takdir) nya.
Sekarang kalau semuanya kembali
kepada kehendak Allah dan segalanya berada di Tangan Allah, lalu apakah jalan
dan upaya yang akan ditempuh seseorang apa bila dia telah di takdirkan Allah
tersesat dan tidak dapat petunjuk ?
Jawabnya : bahwa Allah Y
menunjuki orang-orang yang patut mendapat petunjuk dan menyesatkan
orang-orang yang patut menjadi sesat. Firman Allah :
] فلما زاغوا أزاغ الله قلوبهم والله لا يهدي القوم الفسقين [
Artinya: “
Maka tatkala mereka berpaling ( dari kebenaran ) Allah memalingkan hati mereka;
dan Allah tiada memberi petunjuk kepada kaum yang fasik”.( Ash Shaf : 5)
}فبما نقضهم ميثقهم لعنهم وجعلنا قلوبهم قاسية يحرفون الكلم عن مواضعه
ونسوا حظا مما ذكروا به{.
Artinya : “(
tetapi ) kerena mereka melanggar janjinya, Kami kutuk mareka dan Kami jadikan hati
mereka keras mambatu, mereka suka merobah perkataan (Allah) dari
tempat-tempatnya, dan mereka (sengaja) melupakan sebahagian dari apa yang mereka yang telah di beri peringatan
dengannya” . (Al Ma’idah : 13)
Di sini Allah Y
menjelaskan bahwa Dia tidak menyesatkan orang yang sesat kecuali disebabkan
oleh dirinya sendiri. Dan sebagaimana
telah kami terangkan tadi bahwa manusia tidak dapat mengetahui apa yang
telah ditakdirkan oleh Allah Y
untuk dirinya. Karena dia tidak mengetahui takdirnya kecuali apabila sudah
terjadi, maka dia tidak tahu apakah dia ditakdirkan Allah menjadi orang yang
tersesat atau menjadi orang yang mendapat petunjuk.
Kalau begitu, mengapa jika seseorang
menempuh jalan kesesatan lalu berdalih bahwa Allah Y
telah menghendakinya demikian ? Apa tidak lebih patut baginya menempuh jalan
kebenaran kemudian mengatakan bahwa Allah Y
telah menunjukkan kepadaku jalan kebenaran.
Pantaskah dia menjadi orang yang
jabri kalau tersesat dan qadari ([1])
kalau berbuat kebaikan ?
Sungguh tak pantas seseorang menjadi
jabri ketika berada dalam kesesatan dan kemaksiatan, kalau ia tersesat atau
berbuat maksiat kepada Allah Y
ia mengatakan : “ ini sudah takdirku, dan tak mungkin aku dapat keluar dari
ketentuan dan takdir Allah”; tetapi ketika berada dalam ketaatan dan memperoleh
taufiq dari Allah untuk berbuat ketaatan dan kebaikan ia mengatakan : “ ini
kuperoleh dari diriku sendiri”. Dengan demikian ia menjadi qadari dalam segi
ketaatan dan menjadi jabri dalam segi kemaksiatan.
Ini tidak dibenarkan sama sekali,
sebab sebenarnya manusia mempunyai kehendak dan kemampuan.
Masalah hidayah persis seperti
masalah rizki dan menuntut ilmu. Sebagaimana kita semua tahu bahwa manusia
telah ditentukan untuknya rizki yang menjadi bagiannya. Namun demikian dia
tetap berusaha untuk mencari rizki ke sana dan kemari baik di daerahnya sendiri
atau di luar daerahnya. Tidak duduk di rumah saja saraya berkata : “ kalau
sudah ditakdirkan untukku rizkiku tentu ia akan datang dengan sendirinya”.
bahkan dia akan berusaha untuk mencari rizki tersebut. Padahal rizki ini
disebutkan bersamaan dengan amal perbuatan, sebagaimana di sebutkan dalam
hadits Nabi r yang diriwayatkan oleh
Ibnu Mas’ud RA:
“Sesungguhnya kalian ini dihimpunkan kejadiannya dalam perut ibu
selama empat puluh hari berupa air mani, kemudian berubah menjadi segumpal
darah selama empat puluh hari pula, kemudian berubah menjadi segumpal daging
selama empat puluh hari pula, lalu Allah mengutus seorang malaikat yang diberi
tugas untuk mencatat empat perkara, yaitu rizkinya, ajalnya, amal perbuatannya
dan apakah ia termasuk orang celaka atau bahagia”.
Jadi rizki inipun telah tercatat seperti halnya amal
perbuatan, baik ataupun buruk, juga telah tercatat.
Kalau begitu, mengapa anda pergi kesana dan kemari untuk mencari rizki
dunia tetapi tidak berbuat kebaikan untuk mencari rizki akherat dan mendapatkan
kebahagiaan surga ? padahal kedua-duanya adalah sama, tidak ada perbedaannya.
Jika anda mau berusaha untuk mencari rizki dan untuk mempertahankan
kelangsungan kehidupan anda, sehingga kalau anda sakit, pergi kemanapun untuk
mencari dokter ahli untuk mengobati penyakit anda, padahal anda tuhu kalau ajal
telah ditentukan, tidak akan dapat bertambah dan tidak maupun berkurang. Anda
tidak bersikap pasrah sambil berkata : “ sudahlah aku tetap tinggal di rumah
saja meski menderita sakit , kerena kalaupun aku di takdirkan panjang umur aku
akan tetap hidup”. Bahkan anda berusaha sekuat tenaga untuk mencari dokter yang
ahli, yang sekiranya dapat menyembuhkan penyakit anda dengan takdir Allah . jika demikian, mengapa usaha anda di jalan
akherat dan dalam amal shaleh tidak seperti usaha anda untuk kepentingan
duniawi?
Sebagaiman telah aku kemukakan bahwa masalah qadar adalah rahasia Allah Y
yang tersembunyi, tak mungkin anda dapat mengetahuinya. Sekarang anda di antara
dua jalan : jalan yang membawa anda kepada keselamatan, kebahagiaan, kedamaian
dan kemuliaan ; dan jalan yang dapat membawa anda kepada kehancuran,
penyesalan, dan kehinaan. Sekarang anda sedang berdiri di antara ujung kedua
jalan tersebut dan bebas untuk memilih tak ada seorangpun yang akan merintangi
anda untuk melalui jalan yang kanan atau jalan yang kiri. Anda dapat pergi
kemanapun sesuka hati anda. Lalu mengapa anda memilih jalan kiri (sesat)
kemudian berdalih bahwa” itu sudah takdirku”? apa tidak lebih patut jika anda
memilih jalan kanan dan mengatakan bahwa “ itu takdirku” ?
Untuk lebih jelasnya, apa bila anda mau bepergian ke suatu tempat dan di hadapan anda ada dua jalan. Yang satu
mulus, lebih pendek dan lebih aman ; sedang yang kedua rusak, lebih panjang dan
mengerikan. Tentu saja anda akan memilih jalan yang mulus, yang lebih pendek
dan lebih aman, tidak memilih jalan yang tidak mulus, tidak pendek dan tidak
aman. Ini berkenaan dengan jalan yang visual, begitu juga dengan yang non
visual, sama saja dan tidak ada bedanya. Namun kadang kala hawa nafsulah yang
memegang peran dan menguasai akal. Padahal, sebagai seorang mu’min seyogyanya
akalnyalah yang harus lebih berperan dan menguasai hawa nafsunya. Jika orang
menggunakan akalnya, maka akal itu menurut pengertian yang sebenarnya akan
melindungi pemiliknya dari yang membahayakan dan membawanya kepada yang
bermanfaat dan membahagiakan.
Dengan demikian jelaslah bagi kita bahwa manusia mempunyai kehendak dan
pilihan dalam perbuatan yang di lakukannya secara sadar, bukan terpaksa. Kalau
manusia berbuat dengan kehendak dan pilihannya untuk kepentingan dunia, maka
iapun seharusnya begitu pula dalam usahanya menuju akherat. Bahkan jalan menuju
akherat lebih jelas. Karena Allah Y
telah menjelaskannya dalam Al-Qur’an dan melalui sabda RasulNya r
, maka jalan menuju akherat tentu saja lebih jelas dan lebih terang daripada jalan untuk kepentingan dunia.
Namun kenyataannya, manusia mau berusaha untuk kepentingan dunia yang
tidak terjamin hasilnya dan meninggalkan jalan menuju akhirat yang telah
terjamin hasilnya dan diketahui balasannya berdasarkan janji Allah Y
, dan Allah Y tidak akan menyalahi
janjiNya.
Pembaca yang budiman
Inilah yang menjadi ketetapan Ahlussunnah Wal Jamaah dan inilah yang
menjadi aqidah serta madzhab mereka, yaitu bahwa manusia berbuat atas dasar
kemauannya dan berkata menurut keinginannya, tetapi keinginan dan kemauannya
itu tidak lepas dari kemauan dan kehendak Allah Y.
Dan Ahlussunnah Wal Jamaah mengimani bahwa kehendak Allah Y
tidak lepas dari hikmah kebijaksanaanNya, bukan kehendak yang mutlak da
absolut, tetapi kehendak yang senantiasa sesuai dengan hikmah kebijaksanaanNya.
Karena di antara asma Allah Y
adalah AL- HAKIM yang artinya Maha Bijaksana yang memutuskan segala sesuatu dan
bijaksana dalam keputusanNya.
Allah Y dengan sifat hikmahNya,
menentukan hidayah bagi siapa yang di kehendakiNya yang menurut pengetahuanNya
benar-benar menginginkan al-haq dan hatinya dalam istiqamah. Dan dengan
sifat hikmahNya pula, dia menentukan kesesatan bagi siapa yang suka akan
kesesatan dan hatinya tidak senang dengan Islam. Sifat hikmah Allah Y
tidak dapat menerima bila orang yang suka akan kesesatan termasuk orang-orang
yang mendapat petunjuk, kecuali jika Allah Y
memperbaiki hatinya dan merubah kehendaknya, dan Allah Y
maha kuasa atas segala sesuatu. Namun, sifat hikmahNya menetapkan bahwa setiap
sebab berkait erat dengan dengan akibatNya.
2.5 TINGKATAN QADHA’ DAN QADAR
Menurut
Ahlussunnah Wal Jamaah, qadha’ dan qadar mempunyai empat tingkatan :
Pertama : Al-‘Ilm (pengetahuan)
Artinya mengimani dan meyakini bahwa Allah Y maha tahu atas segala sesuatu. Dia
mengetahui apa yang ada di langit dan di bumi, secara umum maupun terperinci,
baik itu termasuk perbuatanNya sendiri atau perbuatan makhlukNya. Tak ada
sesuatupun yang tersembunyi bagiNya.
Kedua : Al-kitabah (penulisan)
Artinya mengimani bahwa Allah Y
telah menuliskan ketetapan segala sesuatu dalam lauh mahfuzh.
Kedua tingkatan ini sama-sama dijelaskan oleh Allah Y dalam firmanNya:
}ألم تعلم أن الله يعلم ما في السماء والأرض, إن ذلك في كتاب, إن ذلك على الله يسير{
Artinya : “ Apakah kamu tidak mengetahui bahwa
sesungguhnya Allah mengetahui apa saja yang ada di langit dan di bumi;
bahwasanya yang demikian itu terdapat dalam sebuah kitab (lauh mahfuzh).
sesungguhnya yang demikian itu amat mudah bagi Allah”.(Al- Hajj:70)
Dalam ayat ini disebutkan lebih dahulu bahwa Allah Y mengetahui apa saja yang ada di
langit dan di bumi, kemudian dikatakan bahwa yang demikian itu tertulis dalam
sebuah kitab lauh mahfuzh.
Sebagaimana dijelaskan pula oleh Rasulullah r dalam sabdanya:
“ Pertama kali tatkala Allah Y menciptakan qalam (pena), Dia
firmankan kepadanya : tulislah!. Qalam itu berkata : ya Tuhanku, apakah yang
hendak kutulis? Allah Y berfirman : Tulislah apa saja yang
akan terjadi ! maka seketika itu bergeraklah qalam itu menulis segala sesuatu
yang akan terjadi hingga hari kiamat”.
Ketika Nabi Muhammad r ditanya tentang apa yang hendak kita
perbuat, apakah sudah ditetapkan atau tidak ? beliau menjawab : “ sudah
ditetapkan”.
Dan ketika beliau ditanya: “ mengapa kita mesti
berusaha dan tidak pasrah saja dengan takdir yang sudah tertulis ? beliapun
menjawab : “ berusahalah kalian,
masing-masing akan dimudahkan menurut takdir yang telah ditentukan baginya”.
Kemudian beliau mensitir firman Alah :
] فأما من أعطى واتقى, وصدق بالحسنى, فسنيسره لليسرى, وأما من
بخل واستغنى, وكذب بالحسنى, فسنيسره للعسرى [
Artinya : “ Adapun orang yang memberikan hartanya (di
jalan Allah) dan bertakwa, dan membenarkan adanya pahala yang terbaik, maka
Kami akan memudahkan baginya( jalan) yang mudah. Sedangkan orang yang bakhil
dan merasa dirinya cukup serta mendustakan adanya pahala yang terbaik, maka
Kami akan memudahkan baginya (jalan) yang sukar”.( Al Lail: 5 – 10)
Oleh karena itu hendaklah anda berusaha, sebagaimana
yang diperintahkan nabi Muhammad r kepada para sahabat. Anda akan di
mudahkan menurut takdir yang telah ditentukan Allah Y.
Ketiga : Al- Masyiah ( kehendak ).
Artinya: bahwa segala sesuatu, yang terjadi atau tidak
terjadi, di langit dan di bumi, adalah dengan kehendak Allah Y . hal ini dinyatakan jelas dalam
Al-Qur’an Al –Karim. Dan Allah Y telah menetapkan bahwa apa yang
diperbuatNya, serta apa yang diperbuat para hambaNya juga dengan kehendakNya. Firman
Allah :
] لمن
شاء منكم أن يستقيم, وما تشاءون إلا أن يشاء الله رب العلمين [
Artinya : “ ( yaitu ) bagi siapa di antara kamu yang
mau menempuh jalan yang lurus. Dan kamu tidak dapat menghendaki ( menempuh jalan itu ) kecuali
apa bila dikehendaki Allah,Tuhan semesta alam”. ( At Takwir : 28 -29)
] ولو شاء ربك ما
فعلوه [
Artinya: “ jikalau Tuhanmu menghendaki, niscaya mereka
tidak mengerjakannya”. ( Al – An’am : 112)
] ولو شاء الله ما
اقتتلوا ولكن الله يفعل ما يريد [
Artinya: “ Seandainya Allah menghendaki, tidaklah
mereka berbunuh-bunuhan. Akan tetapi Allah berbuat apa yang dikehandakinya”. (
Al – Baqarah : 253)
Dalam ayat – ayat tersebut Allah Y menjelaskan bahwa apa yang diperbuat
oleh manusia itu terjadi dengan kehendakNya.
Dan banyak pula ayat– ayat yang menunjukkan bahwa apa
yang diperbuat Allah adalah dengan kehendakNya. Seperti firman Allah :
] ولو شئنا لأتيناه
كل نفس هداها [
Artinya : “ Dan kalau kami menghendaki niscaya akan
kami berikan kepada tiap – tiap jiwa petunjuk ( bagi ) nya”.( As Sajdah: 13)
] ولو شاء ربك لجعل
الناس أمة واحدة [
Artinya : “ jikalau Tuhanmu menghendaki, tentu Dia menjadikan
manusia umat yang satu”. ( Huud : 118)
Dan banyak lagi ayat – ayat yang menetapkan kehendak
Allah dalam apa yang diperbuatNya.
Oleh karena itu, tidaklah sempurna keimanan seseorang
kepada qadar ( takdir) kecuali dengan mengimani bahwa kehendak Allah Y meliputi segala sesuatu. Tak ada
yang terjadi atau tidak terjadi kecuali
dengan kehendakNya. Tak mungkin ada sesuatu yang terjadi di langit ataupun di bumi tanpa dengan kehendak Allah Y.
Keempat : Al – Khalq ( penciptaan )
Artinya mengimani bahwa Allah pencipta segala sesuatu.
Apa yang ada di langit dan di bumi penciptanya tiada lain kecuali Allah Y. Sampai “ kematian” lawan dari
kehidupan itupun diciptakan .
Allah. Firman
Allah :
] الذي خلق الموت
والحيوة ليبلوكم أيكم أحسن عملا [
Artinya: “ Yang menjadikan hidup dan mati, supaya Dia
menguji kamu, siapa di antara kamu yang lebih baik amalnya”.( Al Mulk : 2)
Jadi segala sesuatu yang ada di langit ataupun di bumi
penciptanya tiada lain kecuali Allah Y.
Kita semua mengetahui dan meyakini bahwa apa yang
terjadi dari hasil perbuatan Allah adalah ciptaanNya. Seperti langit, bumi,
gunung, sungai, matahari, bulan, bintang, angin, manusia dan hewan kesemuanya
adalah ciptaan Allah. Demikian pula apa yang terjadi untuk para makhluk ini , seperti : sifat, perubahan dan keadaan,
itupun ciptaan Allah Y.
Akan tetapi mungkin saja ada orang yang merasa sulit
memahami, bagaimana dapat dikatakan bahwa perbuatan dan perkataan yang kita
lakukan dengan kehendak kita ini adalah ciptaan Allah Y?
Jawabnya : ya, memang demikian, sebab perbuatan dan
perkataan kita ini timbul karena adanya dua faktor, yaitu kehendak dan
kemampuan. Apa bila perbuatan manusia timbul karena kehendak dan kemampuannya,
maka perlu diketahui bahwa yang menciptakan kehendak dan kemampuan manusia
adalah Allah Y. Dan siapa yang menciptakan sebab
dialah yang menciptakan akibatnya.
Jadi, sebagai argumentasi bahwa Allah-lah yang
menciptakan perbuatan manusia maksudnya adalah bahwa apa yang diperbuat manusia
itu timbul karena dua faktor, yaitu : kehendak dan kemampuan. Andaikata tidak
ada kehendak dan kemampuan, tentu manusia tidak akan berbuat, karena andaikata
dia menghendaki, tetapi tidak mampu, tidak akan dia berbuat, begitu pula
andaikata dia mampu, tetapi tidak menghendaki, tidak akan terjadi suatu
perbuatan. Jika perbuatan manusia terjadi karena adanya kehendak yang mantap
dan kemampuan yang sempurna, sedangkan yang menciptakan kehendak dan kemampuan
tadi pada diri manusia adalah Allah Y, maka dengan ini dapat dikatakan
bahwa yang menciptakan perbuatan manusia adalah Allah Y.
Akan tetapi, pada hakekatnya manusialah yang berbuat,
manusialah yang bersuci, yang melakukan shalat, yang menunaikan zakat, yang
berpuasa, yang melaksanakan ibadah haji dan umrah, yang berbuat kemaksiatan,
yang berbuat ketaatan; hanya saja perbuatan ini ada dan terjadi dengan kehendak
dan kemampuan yang diciptakan oleh Allah Y. Dan alhamdulillah hal ini sudah
cukup jelas.
Keempat tingkatan yang disebutkan tadi wajib kita
tetapkan untuk Allah Y. Dan hal ini tidak bertentangan
apabila kita katakan bahwa manusia sebagai pelaku perbuatan.
Seperti halnya kita katakan : “api membakar” padahal
yang menjadikan api dapat membakar adalah Allah Y. Api tidak dapat membakar dengan
sendirinya, sebab seandainya api dapat membakar dengan sendirinya, tentu ketika
nabi Ibrahim AS dilemparkan ke dalam api, akan terbakar hangus. Akan tetapi,
ternyata beliau tidak mengalami cidera sedikitpun, karena Allah Y berfirman pada api itu :
] يا نار كونى بردا
وسلاما على إبراهيم [
Artinya : “ hai api, jadilah dingin dan keselamatan
bagi Ibrahim”.(Al Anbiya’: 69)
Sehingga Nabi Ibrahim tidak terbakar, bahkan tetap
dalam keadaan sehat walafiat. Jadi api tidak dapat membakar dengan sendirinya,
tetapi Allah-lah yang menjadikan api tersebut mempunyai kekuatan untuk
membakar. Kekuatan api untuk membakar adalah sama dengan kehendak dan kemampuan pada diri
manusia untuk berbuat, tidak ada perbedaanya. Hanya saja, Karena manusia
mempunyai kehendak, perasaan, pilihan dan tindakan, maka secara hukum yang dinyatakan
sebagai pelaku tindakan adalah manusia. Dia akan mendapat balasan sesuai dengan
apa yang diperbuatnya, karena dia berbuat menurut kehendak dan kemauannya
sendiri.
3. PENUTUP
Sebagai
penutup, kami katakan bahwa seorang mu’min harus ridha kepada Allah Y sebagai Tuhannya, dan termasuk
kesempurnaan ridhaNya yaitu mengimani adanya qadha dan qadar serta meyakini
bahwa dalam masalah ini tidak ada perbedaan antara amal yang dikerjakan
manusia, rizki yang dia usahakan dan ajal yang dia khawatirkan. Kesemuanya
adalah sama, sudah tertulis dan ditentukan. Dan setiap manusia dimudahkan
menurut takdir yang ditentukan baginya.
0 komentar:
Posting Komentar